jpnn.com, JAKARTA – Tarif pajak properti mewah resmi berubah. Perubahan itu terkait dengan batas harga rumah mewah yang dapat dikenai pajak penghasilan (PPh) pasal 22 yang sebelumnya minimal Rp 5 miliar.
Dalam aturan yang baru, disebutkan rumah yang dikenai PPh pasal 22 adalah rumah beserta tanahnya yang harga jualnya lebih dari Rp 30 miliar serta luas bangunan lebih dari 400 meter persegi.
Selain itu, apartemen, kondominium, dan bangunan sejenisnya yang harganya lebih dari Rp 30 miliar serta luas bangunannya lebih dari 150 meter persegi juga dikenai PPh pasal 22.
Tarif PPh pasal 22 juga diturunkan, yakni dari lima persen menjadi satu persen. Sementara itu, barang mewah lain seperti kendaraan tidak ada perubahan.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 92/PMK.03/2019 tentang Perubahan Kedua atas PMK Nomor 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembelian atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah.
’’Jadi, memang hanya rumah mewah. Untuk kendaraan, kapal pesiar, yacht, itu masih sama seperti yang lama. Sektor yang lain tidak karena properti ini kan multiplier effect-nya lebih tinggi ke sektor lain,’’ kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Hestu Yoga Saksama, Selasa (25/6).
Pada objek selain properti, PPh pasal 22 dikenakan pada kendaraan bermotor roda empat untuk pengangkutan orang, yang kapasitas angkutnya kurang dari sepuluh orang.
Syarat lain untuk bisa dikenakan PPh pasal 22 adalah harga jual kendaraan tersebut lebih dari Rp 2 miliar atau kapasitas silindernya lebih dari 3.000 cc.
Sementara itu, untuk kendaraan bermotor roda dua dan tiga, akan dikenakan PPh pasal 22 jika harga jualnya lebih dari Rp 300 juta dan kapasitas silindernya lebih dari 250 cc.
Tarif PPh untuk kendaraan masih tetap lima persen, tidak seperti properti yang tarif PPh-nya turun menjadi satu persen.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara mengungkapkan, pemerintah akan mengubah kebijakan terkait dengan properti dan kendaraan bermotor.
Tujuannya, pertumbuhan ekonomi terakselerasi dari sektor properti dan otomotif.
Namun, saat ini, karena berbagai pertimbangan mengenai tingkat penerimaan negara, akhirnya hanya sektor properti yang mendapat perubahan.
Dirjen Pajak Kemenkeu Robert Pakpahan menuturkan, potensi belanja perpajakan (tax expenditure) dari perubahan kebijakan PPh pasal 22 itu mencapai Rp 94,5 miliar per tahun.
’’Kami banyak berunding dengan pelaku industri mengenai hal ini. Harapannya untuk segmen barang mewah ini juga tumbuh penjualannya,’’ ungkapnya. (rin/c5/oki)
Copyright © BINUS UNIVERSITY. All rights reserved.