Jakarta, CNN Indonesia — Direktorat Jenderal (Ditjen) pajak kini tak perlu lagi bersusah-susah untuk memperoleh informasi keuangan dari perbankan, maupun lembaga keuangan lainnya seperti asuransi dan pasar modal. Kemudahan memperoleh informasi keuangan tersebut difasilitasi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan yang baru diterbitkan.
Melalui aturan yang ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 8 mei 2017, seluruh aturan yang seluruh lembaga jasa keuangan, termasuk perbankan yang terikat kewajiban merahasiakan data nasabah tak berlaku bagi kebutuhan perpajakan.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, kehadiran Perppu tersebut menganulir pasal kerahasian data nasabah perbankan yang selama ini tertuang dalam Undang-Undang Perbankan. Dengan demikian, data-data pribadi nasabah perbankan yang selama ini kebal dan sulit diakses, kini bisa dikulik secara otomatis oleh para petugas pajak.
“Perppu itu yang menganulir pasal (kerahasiaan) itu,” ujar Darmin di kantornya, Selasa (16/5).
Seperti diketahui, selama ini, perbankan paling kencang dalam menyuarakan kerahasiaan data nasabah karena terikat oleh pasal 40 ayat 1 UU Perbankan Tahun 1998. Akibatnya, Indonesia selama ini harus ditempatkan sebagai negara “Patuh Sebagian” oleh negara-negara G20 dalam hal Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes (Global Forum).
Hal itu lantaran selama ini, akses Direktorat Jenderal Pajak selaku otoritas perpajakan di Indonesia untuk memperoleh dan menyediakan informasi keuangan masih terbatas.
Selain perbankan, Perppu tersebut juga mewajibkan pembukaan akses data nasabah pada perusahaan keuangan dibidang asuransi, pasar modal, maupun jasa keuangan lainnya. Adapun akses DJP masih terbatas pada standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan, yang sayangnya tak dijelaskan rinci dalam aturan tersebut.
Sesuai aturan, seluruh lembaga keuangan berkewajiban untuk menyampaikan laporan kepada Ditjen Pajak untuk setiap rekening keuangan yang wajib dilaporkan. Pelaporan tersebut akan mengikuti pemberlakukan sistem pertukaran data dan informasi secara otomatis (Automatic Exchange of Financial Account Information/AEOI). Jika AEOI berlaku pada 30 September 2018, maka laporan dari lembaga keuangan wajib disampaikan paling lambat pada 1 Agustus 2018 kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang kemudian disampaikan kepada Ditjen Pajak pada 31 Agustus 2018.
Selain menerima laporan, Ditjen Pajak juga berhak untuk meminta informasi lain terkait kebutuhan perpajakan pada seluruh lembaga keuangan. Jika tak patuh, perusahaan keuangan dapat diganjar dengan denda paling banyak Rp1 miliar. Sementara itu, pimpinannnya dapat dikenakan pidana kurungan paling banyak 1 tahun atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Mantan Dirjen Pajak tersebut menyatakan, Perppu menjadi payung hukum primer Indonesia untuk mengikuti sistem pertukaran data dan informasi secara otomatis (Automatic Exchange of Financial Account Information/AEOI). Melalui aturan tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga berhak untuk melakukan pertukaran informasi dengan otoritas yang berwenang di negara atau yuridiksi lain.
Saat ini terdapat 100 negara atau yurisdiksi termasuk Indonesia, telah menyatakan komitmennya untuk mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan secara otomatis berdasarkan Common Reporting Standard (CRS), yang disusun oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) dan G20.
“Itu sudah Perppunya yang atur semuanya bahwa sudah otomatis dapat info mengenai rekening di bank. Kalau dari luar tentu harus ada yang minta, baru diproses,” terangnya. (agi)
Copyright © BINUS UNIVERSITY. All rights reserved.