191-PMK.010-2015Per_revaluasi_aset_2015_2016
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memberikan insentif pajak kepada perusahaan yang merevaluasi aset. Selain itu, pajak ganda dalam penerbitan Kontrak Investasi Kolektif-Dana Investasi Real Estate dihapus. Adapun Otoritas Jasa Keuangan merelaksasi aturan perbankan syariah.
Pokok-pokok dalam paket kebijakan ekonomi V itu diumumkan seusai rapat kabinet yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Kantor Presiden, Kamis (22/10). Secara bergantian, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro, Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman D Hadad, dan Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo memaparkan kebijakan itu.
Paket kebijakan disampaikan pertama kalinya pada 9 September 2015. Kebijakan itu antara lain untuk mendorong perekonomian Indonesia, menggerakkan sektor riil, dan menambah pasokan valuta asing.
Saat membuka rapat, Presiden menyatakan, paket kebijakan ekonomi akan terus digulirkan pemerintah hingga jumlahnya mencapai ratusan. Melalui kebijakan itu, pemerintah ingin memberikan pesan yang kuat mengenai keseriusan untuk melakukan transformasi fundamental perekonomian.
“Kami ingin masyarakat dan pelaku usaha tahu bahwa kami akan terus-menerus bekerja untuk mereformasi, baik reformasi regulasi maupun di birokrasi,” katanya.
Dalam paket kebijakan ekonomi V, insentif pajak bagi perusahaan yang merevaluasi aset tersebut ditujukan untuk mengoptimalkan kapasitas dan performa finansial perusahaan. Dalam jangka panjang, kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan penerimaan negara dari pajak.
Payung hukum untuk mengimplementasikan insentif keringanan pajak revaluasi aset ditargetkan tuntas pekan depan.
Semakin cepat perusahaan merevaluasi aset, keringanan pajak yang diterima juga semakin besar. Perusahaan yang merevaluasi aset hingga akhir 2015 akan dikenai Pajak Penghasilan (PPh) final revaluasi aset 3 persen. Perusahaan yang merevaluasi aset pada semester I-2016 akan dikenai PPh sebesar 4 persen. Perusahaan yang merevaluasi aset pada semester II-2016 akan dikenai PPh sebesar 6 persen. Perusahaan yang merevaluasi aset setelah 2016 akan dikenai tarif PPh normal. Adapun tarif PPh normal sebesar 10 persen.
“Kebijakan yang diambil ini merupakan langkah besar, terobosan yang akan mempercepat proses pemulihan ekonomi Indonesia,” kata Rizal.
Rizal menuturkan, revaluasi aset penting bagi perusahaan badan usaha milik negara. Ia menceritakan pengalaman merevaluasi aset PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) saat menjabat Menko Perekonomian, 15 tahun lalu. Saat itu, PLN yang nyaris bangkrut-dengan modal minus Rp 9 triliun dan aset Rp 50 triliun-meminta suntikan modal dari pemerintah.
Pemerintah tidak mengabulkan permintaan itu, tetapi justru memerintahkan PLN merevaluasi aset. Hasilnya, aset PLN meningkat empat kali lipat menjadi Rp 200 triliun. Pada saat itu, PLN harus membayar PPh revaluasi sebesar 30 persen. Namun, kondisi keuangan PLN membaik dan sehat.
Pajak tunggal
Penghilangan pajak ganda untuk instrumen keuangan Kontrak Investasi Kolektif-Dana Investasi Real Estate (KIK-DIRE) dimaksudkan untuk memperdalam atau meng-kapital-isasi pasar modal Indonesia. Selama ini, pelaksanaan KIK-DIRE di Indonesia dikenai pajak ganda, yakni terhadap perusahaan utama dan anak perusahaan yang dibentuk untuk menghimpun aset investasi. Akibatnya, perusahaan Indonesia memilih untuk masuk ke dalam instrumen keuangan KIK-DIRE di Singapura.
Pelaksanaan kebijakan pemangkasan pajak ganda menjadi pajak tunggal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. Pajak bagi perusahaan yang dibentuk untuk kepentingan investasi DIRE ini dihapus. “Dengan kebijakan ini, instrumen KIK bisa muncul di pasar modal Indonesia dan bisa menarik DIRE yang selama ini dilakukan di luar negeri ke Indonesia,” kata Bambang.
Muliaman mengatakan, berdasarkan perhitungan Otoritas Jasa Keuangan, sejak 2007, hanya satu perusahaan di Indonesia yang menerbitkan KIK-DIRE di Indonesia. Namun, dari menerbitkan KIK-DIRE perusahaan Indonesia di Singapura, investasinya bisa mencapai Rp 30 triliun.
Perbankan syariah
Muliaman memaparkan relaksasi aturan perbankan syariah. Relaksasi pertama berupa penyederhanaan prosedur penerbitan produk syariah yang baru. Adapun relaksasi kedua terkait pembukaan jaringan kantor baru.
“Supaya efisien, bank syariah bisa menggunakan jaringan milik induk usaha, yakni bank konvensional, untuk melakukan ekspansi. Jadi, kalau bank konvensionalnya sudah ada jaringan kantor di suatu daerah, bank syariah sebagai anak usaha tidak harus membuka cabang baru. Bank syariah bisa menggunakan jaringan bank konvensional,” kata Muliaman.
Statistik Perbankan Syariah per Juni 2015 menunjukkan, ada 12 bank umum syariah dengan 2.121 kantor. Selain itu, ada 22 bank umum konvensional yang memiliki unit usaha syariah, dengan total 327 kantor.
Agus Martowardojo mengapresiasi paket kebijakan yang diterbitkan pemerintah. Menurut Agus, kebijakan itu menunjukkan konsistensi pemerintah dalam menjaga perekonomian dan mereformasi struktural. Agus juga optimistis mengenai potensi pertumbuhan ekonomi karena paket kebijakan pemerintah menghasilkan fundamental ekonomi yang kuat.
Ekonom Utama Bank Dunia di Indonesia, Ndiame Diop, menyatakan, penting untuk memastikan bahwa paket kebijakan ekonomi yang diterbitkan pemerintah juga menghasilkan aliran modal masuk. Sebab, meningkatkan aliran modal masuk ke Indonesia akan membantu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Proyeksi nilai tukar rupiah dalam jangka panjang akan sangat ketat dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. “Terutama terhadap pertumbuhan ekonomi yang secara spesifik mendorong aliran modal masuk. Tidak semua pertumbuhan ekonomi menghasilkan aliran modal masuk,” kata Diop di Jakarta, kemarin.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) kemarin, nilai tukar rupiah Rp 13.640 per dollar AS. Nilai tukar rupiah yang sempat Rp 14.000-an per dollar AS menguat ke level Rp 13.000-an per dollar AS sejak 8 Oktober lalu.
Copyright © BINUS UNIVERSITY. All rights reserved.