Bank sentral China, yaitu People’s Bank of China (POBC) hari ini dengan sengaja melemahkan mata uang yuan terhadap dolar AS karena ekspornya turun turun lebih dari 8% sepanjang Juli 2015, sehingga untuk menaikkan daya saingnya dengan pelemahan yuan.
Hari ini, yuan mengalami penurunan terendah dalam sehari sejak lebih dari 2 dekade terakhir. Posisi yuan kembali rendah seperti 3 tahun yang lalu. Langkah POBC ini membuat kaget pasar keuangan dunia, terutama regional Asia. Hari ini, yuan turun hampir 2%, dan para analis menyatakan ini adalah situasi perang mata uang (currency war).
Dilansir dari Reuters, Selasa (11/8/2015), tindakan China ini ikut mengerek turunnya mata uang negara partner dagang China, seperti Australia, Selandia Baru, dan bahkan Jepang. “Apa yang menarik dari pergerakan hari ini? Tidak ada ukurannya. Kita balik ke posisi di September 2012. Ini adalah perang mata uang,” kata Analis, Simon Derrick.
Kebijakan POBC ini membuat mata uang regional termasuk rupiah anjlok. Dolar AS menembus Rp 13.600 pada penutupan hari ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 2,6% dalam sehari. Bursa saham di regional Asia juga berjatuhan.
“China melakukan depresiasi dengan melebarkan currency band. Hal ini dilakukan dalam rangka mendorong daya saing ekspor mereka karena mata uang Jepang, Korea, dan Eropa sudah terdepresiasi cukup besar. Seperti diketahui, Jepang dan Korea merupakan saingan dagang dari China,” kata Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara.
Keputusan bank sentral China ini membawa pengaruh kepada seluruh mata uang di regional Asia, termasuk rupiah. Namun, ujar Mirza, pengaruh terhadap rupiah tidak sebesar yang terjadi pada dolar Singapura, won Korea Selatan, dolar Taiwan, dan bath Thailand.
“Kami yakini (dampaknya) akan sementara. Kami melihat saat ini rupiah sudah undervalue dan kompetitif terhadap ekspor manufaktur dan mendorong turis masuk ke Indonesia,” jelas Mirza.
Dia mengatakan, BI akan selalu berada di pasar menjaga pergerakan atau volatilitas nilai tukar rupiah, sehingga bisa tetap terjaga.
Copyright © BINUS UNIVERSITY. All rights reserved.