Home > Finance Intelligence > PPH BARANG SANGAT MEWAH, Harga Acuan Barang Sangat Mewah Turun

PPH BARANG SANGAT MEWAH, Harga Acuan Barang Sangat Mewah Turun

1459572shutterstock-1915078101780x390

Update:

Perdirjen yg menjadi acuan sebelumnya adalah Perdirjen no 19/PJ/2015 direvisi dengan Perdirjen no 24/PJ/2015 untuk besaran harga jual barang mewah tersebut dan berlaku mulai 12 Juni 2015

 

PerdirjenPajak

JAKARTA. Keluarnya Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor 19/PJ/2015 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal  22  atas Penjualan Barang Sangat Mewah mencuatkan tanya. Pasalnya, kebijakan  ini  menurunkan  harga acuan barang sangat mewah yang  terkena  PPh  pasal  22.
Namun, pemerintah meyakini kebijakan ini sudah tepat dan tak melanggar ketentuan lain. Seperti  diberitakan  KONTAN  Rabu (3/6), Perdirjen 19/2015 menyatakan  barang sangat mewah antara lain properti  seperti apartemen dan rumah  tinggal seharga Rp 5 miliar ke atas. Lalu, kendaraan roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 penumpang dengan harga lebih dari Rp 2 miliar dan kendaraan bermotor roda dua atau tiga seharga Rp 300 juta ke atas.
Namun, perdirjen ini menegaskan bahwa harga patokan itu merupakan harga  termasuk pajak pertambahan nilai (PPN)  dan  pajak  penjualan barang mewah (PPnBM). Artinya, untuk properti  dengan harga dasar di bawah Rp 5 miliar, mobil kurang dari Rp 2 miliar dan sepeda motor di bawah Rp 300 juta kini tergolong  barang  sangat mewah dan  terkena  pungutan  PPh pasal 22 sebesar 5%, plus PPN sebesar 10% dan PPnBM 20%.
Alhasil kini, properti dengan harga dasar Rp 3,5 miliar sudah  termasuk barang sangat mewah sehingga terkena PPN 10%  dan  PPnBM  20%, serta PPh pasal 22 sebesar 5% yang dibayar dimuka oleh pembeli.
Direktur  Penyuluhan,  Pengembangan, dan Hubungan Masyarakat (P2-Humas) Ditjen Pajak, Mekar Satria Utama, menyatakan perdirjen ini masih sejalan dengan aturan induknya,  yakni  Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor  90/PMK.03/2015  yang merevisi PMK  253/2008  tentang wajib pajak badan tertentu sebagai pemungut PPh dari pembeli atas penjualan barang sangat mewah. Alasannya, di dua PMK itu tak diatur secara rinci definisi harga jual sebagai patokan PPh pasal 22.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu)  Suahasil  Nazara menegaskan,   Perdirjen 19/2015  tersebut melanggar aturan  induknya.  “Treshold Rp 5 miliar (untuk properti) memang  sudah  memperhitungkan  PPN  dan  PPnBM,” kata Suahasil.
Tapi pengamat perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, bilang, perdirjen  ini  tak konsisten dengan aturan  lain. Di Undang-Undang tentang PPN disebutkan harga jual tidak memperhitungkan PPN  dan  potongan harga lain yang tercantum di faktur pajak. Selain itu, selama ini orang banyak mengartikan bahwa pemungutan PPh Pasal  22  berdasarkan  harga jual  ke  konsumen.  “Aturan pemerintah  dari  undang-undang hingga perdirjen harus pasti, tidak boleh multitafsir,” tandas Yustinus.

Copyright © BINUS UNIVERSITY. All rights reserved.